Kamis, 21 November 2013

GENDERSIDA DAN DISKRIMINASI GENDER MASA LALU


Judul Buku : Perempuan Menjunjung Separuh Langit
                   Yang diterjemahkan dari "Half The Sky"
Penulis       : Nicholas D. Kristof dan Sheryl Wudunn
                   Wartawan Pemenang Penghargaan Pulitzer
Penerbit     : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010




Statistik global (2010) menunjukkan angka penganiayaan terhadap anak perempuan yang terbunuh selama lima puluh tahun terakhir ini sangat mencengangkan, hanya karena mereka berjenis kelamin perempuan, ketimbang jumlah laki- laki yang terbunuh di dalam peperangan selama abad ke dua puluh. 

Salah satu praktik hal tersebut dijumpai di Cina yakni 107 lelaki untuk tiap 100 perempuan dalam seluruh populasi (dan perbandingannya jauh lebih tak berimbang lagi diantara bayi yang baru lahir). Di India anak perempuan juga dibedakan dengan anak laki- laki. Jika anak laki- laki sakit maka akan segera dibawa untuk berobat beda dengan perlakuan terhadap anak perempuan, jika anak perempuan sakit maka akan dikatakan "lihat saja besok, apakah sakitnya akan lebih parah". dari hal seperti itu kita dapat megetahui diskriminasi yang terjadi pada gender perempuan.


Dalam buku tersebut diceritakan kisah mengenai perjalanan yang dapat dikatakan tragis dan sadis beberapa perempuan. Perempuan Thailand yang mempunyai hutang keluarga kemudian dijanjikan dapat melunasi hutang keluarganya jika ikut dengan seseorang dengan panggilan “bos” tapi bukannya terpenuhi janji tersebut ia malah dibawa ke Malaysia untuk menjadi pekerja seks. Korban trafficking tersebut tidak menginginkan dirinya sebagai pemuas hidung belang dan memberontak kepada “bos” akhirnya pun ia diberi pukulan- pukulan yang sangat menyakitkan terlebih lagi jika ia mencoba melarikan diri maka bukan hanya pukulan tetapi kematian dihadapannya. Kisah serupa juga dialami oleh perempuan India, di India lebih menyedihkan lagi. Perempuan desa yang masih berumur eman tahun sampai sepuluh tahun dijual ke rumah pelacuran. Dalam rumah pelacuran tersebut ia dirawat hingga ia berumur tiga belas sampai lima belas tahun dan cukup untuk menjadi wanita pemuas nafsu laki- laki. Sungguh tragis jika dibayangkan. Mereka akan mendapatkan pukulan jika menolak perintah ibu atau mucikari dalam rumah pelacuran tersebut terlebih ketika hendak melarikan diri entah apa yang akan dilakukannya. Berniat kabur pun ngeri bagi mereka. Setelah bertahun- tahun mereka didalam dan disekap sehingga bagi mereka tidak ada pekerjaan lain di luar sana yang dapat menerima mereka dan mereka merasa sudah hina. Nicholas pernah berusaha membebaskan dua diantara mereka dengan membayar penuh harga mereka kepada mucikari. Mereka sangat senang kembali bebas dan hidup bersama keluarga tetapi satu diantaranya ternyata dengan keinginan sendiri kembali lagi ke rumah pelacuran. Mengapa? Karena ia tidak tahan dengan siksaan yang dirasakan ketika ia tidak mendapatkan pil “terlarang” yang dapat membuat ia nyaman. Setelah ia sadar kembali maka ia pun sangat ingin pergi dari tempat prostitusi tersebut tapi siksaan diri itu kembali menderanya dan ia pun kembali. Bertahun tahun anak yang dipaksa menjadi pelacur malah menjadi mucikari dan merekrut anak- anak India desa.

Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa seringkali keterpaksaan diawal tetapi akhirnya kita sendiri yang menentukan. Apakah kita berani untuk melawan atau diam ditempat. 

"Trafficking dan pemerkosaan akan lebih berkurang jika lebih banyak perempuan berhenti menyerahkan pipi yang sebelah dan mulai balas menampar" (Hal 68)

2 komentar:

  1. Miris membaca postingan diatas. Sebagai sesama perempuan saya begitu mengerti bahwa diskriminasi terhadap gender masihlah ada walau katanya sudah dihapuskan terlebih di golongan-golongan yang belum mengenal pendidikan secara lebih dalam. Hal inilah yang perlu di pikirkan bagaimana caranya agar perempuan mempunyai kedudukan yang benar-benar sama dan sederajat dengan kaum laki-laki agar tidak adanya lagi kasus-kasus seperti kasus diatas ataupun kasus lainnya yang menyudutkan perempuan. Berharap akan saat itu tiba. Hidup perempuan

    BalasHapus
  2. Beberapa LSM Perempuan dari negara maju membantu perempuan- perempuan yang teraniaya di negara berkembang untuk keluar. Mereka mencoba untuk memperbaiki undang- undang pada negara tersebut tetapi undang- unddang bukan diatas segalanya tanpa penegakan yang tegas. Kultur masyarakat menjadi lebih dominan. Dalam buku tersebut juga diceritakan mengenai seorang laki- laki yang suka terhadap perempuan dan tidak mempunyai biaya yang banyak maka akan memperkosa wanita yang diincarnya menjadi istri. Hal itu dilakukan agar harga wanita yang ditaksir menjadi rendah. Fenomena ini menjadi kultur yang buruk. Wanita yang dilecehkannya itu tidak tinggal diam dan berusahan menperjuangkan martabatnya dengan mendatangi LSM Perempuan. Dalam kasus ini juga diutarakan bahwa LSM bisa mengintervensi jika diwilayah tersebut menginginkannya. Hidup perempuan.

    BalasHapus