Dengan dibantu kakak
kandungnya Ellendria Irwansyah Bahar dan ibunya Emmy Mariani Bahar
awalnya ia menciptakan kripik kulit pedas berlevel yang ia beri nama Kebo
Labil (Kebobil) dengan tiga level kepedasan. Kebo Males (tingkat kepedasan
biasa), Kebo Rileks (tingkat kepedasan sedang) dan Kebo Ngamuk (tingkat
kepedasan paling tinggi). Keripik kulit dipasok dari agen keripik kemudian
diberi bumbu cabai kering yang diolah sendir. Cabai merah dijemur dibawah sinar
matahari kemudian dihaluskan hingga menjadi bubuk. Hal tersebut dilakukan
karena ia tidak percaya dengan bumbu kering yang dijual di pasar karena
dapat membuat tenggorokan sakit. Namun usaha tidak semulus yangdiharapkan, empat bulan berjalan pemesanan turun drastis
karena pelanggan komplain akibat keripik bau prengus ketika musim hujan sehingga keripik
kulit tidak mendapat penjemuran yang sempurna.
Tidak berhenti pada keripik
kulit ia mencoba peruntungan lagi dengan Coconut Strawberry Soda (CORY).
Setelah beberapa bulan laris dipasaran ia menambah produk tetapi disaat itulah
pembeli tidak sebanyak produksinya. kelapa yang tidak bisa tahan lama disaat
tidak ada pembeli. Ditambah lagi manajemen yang masih labil membuat ia nenutup
usahanya ini.
Sempat ia merasa drop dengan
apa yang telah ia jalani karna selain tenaga dan waktu, dana menjadi kendala terberat karena telah habis
untuk produksi kemasan serta bahan baku.
Perempuan yang lahir dua
puluh empat tahun yang lalu ini hampir tidak mau menjerumuskan diri lagi di
dunia usaha karna kehabisan modal.
“Sempat menyerah namun
kehidupan akan terus berjalan, jika tidak bangun maka bagaimana melewatinya”
ungkapnya saat ditemui pada Pameran Makanan, Minuman dan Kemasan beberapa waktu
lalu.
Setahun setelah ayahnya
tiada ia menjadi terpacu kembali berwirausaha. Anak kedua dari lima
bersaudara ini merasa mempunyai tanggung jawab terhadap kelanjutan pendidikan
adik- adiknya.
Perempuan yang mengambil
jurusan marketing komunikasi di Universitas Sadih ini mengaplikasikan
ilmu yang pernah ia dapat dengan menganalisis apa yang menjadi trend saat ini, target market yang akan ia bidik serta bagaimana
pengenalan produk.
Brownies coklat
dilapisi durian montong dan ditaburi irisan kecil keju dengan alas bambu
merupakan inovasi ketiganya. Ide untuk menggunakan package bambu ia peroleh saat ia melihat
banyak bambu dekat rumah. Kemudian ia belajar bagaimana menggunakan bambu dari
penjual kue putu keliling.
Produksi bertempat di rumah
sendiri, jalan Setia 1U nomer 48 Cempaka Pondok Gede Jakarta. Untuk sekali
masak ia memproduksi sepuluh brownies dan hanya melayani pemesanan online saja pada social media.
Dengan pengalaman usaha yang
telah dijalanani sebelumnya serta dibantu Kementrian Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi produknya kini banyak dilirik oleh investor, salah satunya sebuah mini
market Seven Eleven.
“Saya akan mencoba lebih
fokus pada bisnis ini karena sudah saya pikirkan matang, semoga anak muda
lainnya juga tidak mudah menyerah ” tambah Sonia.
waahh menarik sekali, boleh di coba sepertinya
BalasHapus